Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta
Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti, East Javaen-USJurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)2599-3100A preliminary stylometric analysis of the Four Gospels in order to prove literary independence instead of the Synoptic Problem
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/173
<p>As we discussed in a forthcoming article, there is an alternative hypothesis<br />that can be considered in lieu of the so-called Baur’s Tuebingen school, that<br />is the formative years of Earliest Christianity led to such notion of synthesis<br />between Petrine Christianity and Pauline Christianity. Instead, we consider a branching process, which can be considered alternatively as spreading<br />network even to Asia and Europe at the time. Corresponding to the hypothesis is that the four witnesses who worked on at the period to write down the four Gospels were more likely to write independently. In the meantime, this hypothesis does not exclude possibility that they ever met in person, at the First Council in Jerusalem as depicted in the book of Acts chapter 15, or before, or after that event.</p>Victor Christianto
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-178111814710.54345/jta.v8i1.173Membentuk Identitas Kristen yang Toleran: Pendidikan Moderasi Beragama sebagai Pilar Kebhinekaan
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/166
<p>Artikel ini mengkaji peran pendidikan Kristen dalam membentuk identitas<br />Kristen yang toleran melalui penerapan konsep moderasi beragama sebagai<br />pilar kebhinekaan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya<br />tantangan keberagaman di tengah masyarakat multikultural, yang<br />memerlukan pendekatan pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai<br />toleransi. Salah satu masalah utama yang diidentifikasi adalah kurangnya<br />integrasi moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan Kristen, yang<br />berpotensi memperlebar kesenjangan antar kelompok agama. Dengan<br />menggunakan metode penelitian kualitatif, riset ini mengumpulkan data<br />melalui analisis pustaka dan fenomenologi. Tujuan penelitian ini adalah<br />merumuskan model pendidikan Kristen yang mampu membentuk identitas<br />toleran dan inklusif. Novelty penelitian terletak pada pengembangan<br />konsep pendidikan Kristen berbasis moderasi beragama yang belum<br />banyak dieksplorasi dalam literatur sebelumnya. Hasil penelitian<br />menunjukkan bahwa penerapan moderasi beragama dalam pendidikan Kristen secara signifikan dapat memperkuat nilai-nilai kebhinekaan dan<br />menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif. </p> <p> </p> <p>Abstract</p> <p>This article examines the role of Christian education in shaping a tolerant Christian identity through the application of religious moderation as a pillar of diversity. The research is motivated by the increasing challenges of diversity in multicultural societies, which require an educational approach that can instill values of tolerance. The main issue identified is the lack of integration of religious moderation in Christian education curricula, which has the potential to widen gaps between religious groups. Using qualitative research methods, this study collected data through literature analysis and phenomenology. The purpose of this research is to formulate a model of Christian education capable of shaping a tolerant and inclusive identity. The novelty of this research lies in the development of a Christian education concept based on religious moderation, which has not been widely explored in previous literature. The findings indicate that the application of religious moderation in Christian education can significantly strengthen the values of diversity and create a more harmonious and inclusive society.</p>Rezeki Putra GuloNelci MbelanggedoSeprianus Padakari
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-178110.54345/jta.v8i1.166ANALISIS TEOLOGIS TERHADAP PEMAHAMAN ONENESS PENTECOSTAL TENTANG TUHAN MELALUI LENSA PENGAKUAN IMAN OIKOUMENIS
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/171
<p>The Pentecostal Oneness’ view of God significantly deviates from the<br>doctrine of the Trinity. However, it is precisely this concept of<br>understanding that most of Trinitarian Pentecostal Christians indirectly<br>understand the concept of the Godhead. Oneness Pentecostals reject the<br>concept of the Trinity by teaching that God is one person revealed in Jesus<br>Christ, with no personal distinction between the Father, Son, and Holy<br>Spirit. This rejection creates fundamental theological differences that<br>affect Christians' understanding of the nature of God. This study aims to<br>analyze the Pentecostal Oneness’ doctrine of God through the lens of the<br>oikoumenical creeds, which represents the Trinitarian view. The results<br>show that the Pentecostal Oneness teaching carries theological<br>implications that contradict the doctrine of the Trinity affirmed in the<br>Oikoumenical Creeds. Through theological analysis, it was found that the<br>doctrine of Oneness misleads Trinitarian Pentecostal Christians' view of<br>God, which should be understood within the framework of the Trinity. This<br>research emphasizes the significance of maintaining the doctrine of the<br>Trinity and provides direction for the churches to respond appropriately to<br>the Pentecostal Oneness teaching to avoid distortion in theological<br>teaching.</p>Welko MarpaungVido Fransisco
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-178110.54345/jta.v8i1.171Konsep tentang Tuhan dan Keterpautan Model Relasi dengan Tradisi Kristiani dalam Upacara Wuat Wa’i Orang Manggarai
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/167
<p><strong>Abstract</strong></p> <p>This paper is a qualitative descriptive that explains the concept of God and the linkage of the relationship model with the Christian tradition in the <em>wuat wa'i</em> ceremony of the Manggarai people. The view of God as the highest being in the life of the Manggarai people reveals a reality of life between human faith and God the Creator and Ruler, the God who is involved and the eternal God. The dynamics of the life of the Manggarai people who adhere to local traditions and the influence of the Church link the situation where the Manggarai people place an intimate relationship with God the Universe. The results of writing using qualitative methods show that there are several concepts of the Manggarai people about God found in the wuat wa'i ceremony: God is the creator and ruler, God who is involved and God who is eternal. Furthermore, there are two relationship models that build the Manggarai Community in the wuat wa'i ceremony: Symbolic relations and the concept of Mediatorship. It was also found that the view that explains the symbols shows the relationship of the unity of life experience through the concept of mediatorship between the power of God and the struggle of the Manggarai people to find the God of the Manggarai people through rites that are carried out collectively. Thus, the <em>wuat wa’i</em> ritual of the Manggarai people underlines the power of immanence that enlightens the hearts and minds of humans in their journey to find God in the concepts and relationships that are built.</p> <p>Keywords: God, <em>Wuat Wa’i,</em> Christian Tradition, Manggarai.</p> <p><strong> </strong></p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Tulisan ini merupakan deskriptif kualitatif yang menjelaskan konsep tentang Allah dan keterpautan model relasi dengan tradisi Kristiani dalam upacara <em>wuat wa’i</em> orang Manggarai. Pandangan Allah sebagai wujud tertinggi dalam kehidupan orang Manggarai mengungkapkan suatu realitas kehidupan antara iman manusia dengan Allah Pencipta dan Penguasa, Allah yang terlibat dan Allah yang abadi. Dinamika kehidupan orang Manggarai yang berpegang pada tradisi lokal dan pengaruh Gereja menautkan situasi tempat orang Manggarai menaruh relasi yang intim dengan Allah Semesta. Hasil penulisan dengan penggunaan metode kualitatif menunjukkan bahwa ada beberapa konsep orang Manggarai tentang Tuhan yang ditemukan dalam upacara <em>wuat wa’i</em>: Allah adalah pencipta dan penguasa, Allah yang terlibat dan Allah yang abadi. Lebih lanjut, terdapat dua model relasi yang membangun Masyarakat Manggarai dalam upacara <em>wuat wa’i</em>: Relasi simbolik dan konsep Kepengantaraan. Ditemukan juga bahwa pandangan yang menjelaskan simbol-simbol menunjukkan relasi persatuan pengalaman hidup lewat konsep kepengantaraan antara kekuatan Allah dan perjuangan orang Manggarai menemukan Allah orang Manggarai lewat ritus-ritus yang dilakukan secara kolektif. Dengan demikian, ritus <em>wuat wa’i </em>orang Manggarai menggarisbawahi kekuatan imanensi yang mencerahkan hati dan pikiran manusia dalam perjalanannya menemukan Allah dalam konsep dan relasi yang dibangun.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Allah, <em>Wuat Wa’i</em>, Tradisi Kristiani, Manggarai.</p> <p><strong> </strong></p>Heribertus SolosumantroEugenius BesliThomas K. Sahputra
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-1781628810.54345/jta.v8i1.167Sudut pandang Pendidikan Agama Kristen terhadap Teori Pavlov mengenai belajar cara Classical Conditioning
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/156
<p><span style="font-weight: 400;">Artikel ini membahas tentang perspektif pendidikan agama Kristen terhadap teori Pavlov mengenai cara belajar </span><em><span style="font-weight: 400;">classical conditioning</span></em><span style="font-weight: 400;">. Dalam teorinya Pavlov tidak mengakui bahwa manusia memiliki roh dalam teorinya. Pavlov menyamakan manusia seperti binatang yang hanya terdiri dari tubuh dan pikiran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami siapa manusia sebagai makhluk hidup dan perbedaannya dengan makhluk lain. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa manusia merupakan makhluk yang unik dan mulia diantara makhluk lain (Mzm. 139:13-14). Manusia, makhluk yang terdiri dari roh, jiwa dan tubuh (1 Tes. 5:23), sehingga manusia menjadi makhluk yang memiliki hidup kekal setelah kematian di bumi saat ini. Manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna diantara ciptaan-Nya, karena manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Kej. 1:26-27). Selain itu, Allah memberi kuasa kepada manusia untuk memelihara dan menjaga makhluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan) juga bumi ini. Inilah keunikan manusia sebagai makhluk progresif yang harus berjuang untuk mencapai tujuan hidup, yaitu memuliakan atau menyenangkan hati Allah.</span></p>Andianus LawoloFentri Oktaviani ZebuaRibca Septiani LahaguAriswanto SababalatNelson Hasibuan
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-17818911710.54345/jta.v8i1.156Mari mengenal arkeologi Alkitab, D.L. Baker & John J. Bimson
https://jurnal.sttsati.ac.id/index.php/amreta/article/view/174
<p>Among the books on Biblical Archaeology, this book is especially useful for beginning readers. According to the authors of this book, the archaeology of the biblical lands, in the modern sense of a science, actually emerged only in the late 19th century.</p>Victor Christianto
Copyright (c) 2024 Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100)
2024-11-172024-11-178114815110.54345/jta.v8i1.174