Archives

  • Special Issue: Celebrating our Pentecostal Heritage
    Vol. 8 No. 2 (2025)

    Theme: “Celebrating Our Pentecostal Heritage: Special Edition, Dies Natalis

    STT Satyabhakti 2025”

     

    This special issue commemorates the Dies Natalis of STT Satyabhakti, East Java, and celebrates our Pentecostal heritage.

     

    Background

    The year 2025 marks a significant milestone for STT Satyabhakti, East Java, as we celebrate our Dies Natalis. This occasion invites us to reflect on and celebrate our Pentecostal heritage. We are reminded of the descent of the Holy Spirit upon the Church, in answer to Christ's earnest prayer and the promise of the Father (John 14:16-18). This event remains a source of joy and celebration for us in the 21st century.

     

    Editorial Team, Amreta Theology Journal

    On behalf of Satyabhakti Advanced School of Theology, East Java

    Indonesia

  • Pentakostalisme dan moderasi beragama
    Vol. 8 No. 1 (2024)

    Dalam lanskap keagamaan Indonesia yang kaya dan beragam, Pentakostalisme telah menjadi salah satu aliran yang bertumbuh. Dengan karakteristik ibadah yang penuh semangat, penekanan pada pengalaman pribadi dengan Roh Kudus, dan misi penjangkauan yang dinamis, Pentakostalisme telah memberikan kontribusi signifikan dalam dinamika sosial dan keagamaan bangsa. Namun, di tengah pluralitas agama dan kepercayaan di Indonesia, penting bagi umat Pentakosta untuk menempatkan iman mereka dalam konteks kebangsaan yang lebih luas. Moderasi beragama menjadi kunci dalam menjaga harmoni dan toleransi antarumat beragama, sekaligus memastikan bahwa praktik keagamaan Pentakosta tetap relevan dan berkontribusi positif bagi masyarakat Indonesia.

    Artikel-artikel yang terpilih dalam edisi ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai moderasi beragama dapat diimplementasikan dalam kehidupan umat Pentakosta, tanpa mengkompromikan keyakinan mereka. Kami berupaya menerbitkan artikel-artikel yang membahas berbagai aspek, mulai dari pemahaman teologis tentang moderasi beragama dalam perspektif Pentakostalisme, hingga praktik-praktik konkrit yang dapat dilakukan oleh umat Pentakosta untuk mewujudkan moderasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kami juga akan mengkaji tantangan dan peluang yang dihadapi oleh umat Pentakosta dalam berinteraksi dengan umat beragama lainnya di Indonesia.

     

    Editorial

    In Indonesia’s rich and diverse religious landscape, Pentecostalism has become one of the quite fast growing denominations. Characterized by passionate worship, an emphasis on personal experience with the Holy Spirit, and an active outreach mission, Pentecostalism has made significant contributions to the nation’s social and religious dynamics. However, amidst the plurality of religions and beliefs in Indonesia, it is important for Pentecostals to place their faith in a broader national context. Religious moderation is key to maintaining harmony and tolerance among religious communities, while ensuring that Pentecostal religious practices remain relevant and contribute positively to Indonesian society.

    Articles in this edition aim to explore how the values ​​of religious moderation can be implemented in the lives of Pentecostals, without compromising their beliefs. We will discuss in this edition various aspects, from theological understanding of religious moderation from a Pentecostal perspective, to concrete practices that Pentecostals can do to realize moderation in their daily lives. In addition, we will also examine the challenges faced by Pentecostals in interacting with other religious communities in Indonesia.

     

    Tim Editor Jurnal Teologi Amreta

     

  • How The Holy Spirit renew our Earth and our hearts
    Vol. 7 No. 2 (2024)

    This issue delves into the transformative power of the Holy Spirit. We explore how the Spirit's influence brings renewal, both inward – to the depths of the human heart – and outward – to the state of our planet. Articles grapple with questions like: How does the Holy Spirit inspire us to care for creation and advocate for ecological justice? How does the Spirit transform individuals, cultivating love, compassion, and forgiveness?

    By examining these themes through diverse disciplines and viewpoints, this issue aims to illuminate the profound potential of the Holy Spirit to bring about positive change in our world.

    Maranatha

     

    Editorial

     

  • Praying and Living in the Holy Spirit
    Vol. 7 No. 1 (2023)

    “Doa yang benar,” tulis Samuel M. Zwemer, “adalah Allah Roh Kudus yang berbicara kepada Allah Bapa dalam nama Allah Putra, dan hati orang percaya adalah ruang doanya.” Ada dasar Alkitab yang menegaskan bahwa keengganan dan keengganan kita yang kronis untuk berdoa, serta ketidaktahuan kita tentang bagaimana berdoa dengan benar, mendapatkan jawaban lengkapnya dalam pelayanan Roh Kudus di dalam hati kita. Oleh karena itu perintah Santo Paulus, “Berdoalah senantiasa dalam Roh” (Ef. 6:18). Roh Kudus adalah Sumber dan Pemelihara kehidupan rohani kita. “Jika kita hidup oleh Roh, baiklah kita hidup oleh Roh” (Gal. 5:25). Karena doa digambarkan dalam Kitab Suci sebagai faktor penting dalam kemajuan kehidupan Kristen, tidak mengherankan jika Roh Allah terlibat sangat dalam dalam bidang ini.

     

    Abstract

    “True prayer,” wrote Samuel M. Zwemer, “is God the Holy Spirit talking to God the Father in the name of God the Son, and the believer’s heart is the prayer room.” There is scriptural warrant for asserting that our chronic disinclination and reluctance to pray, as well as our ignorance of how to pray aright, find their complete answer in the ministry of the Holy Spirit in our hearts. Hence St. Paul’s injunction, “Pray at all times in the Spirit” (Eph. 6:18).The Holy Spirit is the Source and Sustainer of our spiritual life. “If we live by the Spirit, let us also walk by the Spirit” (Gal. 5:25). Since prayer is represented in Scripture as an essential factor in progress in the Christian life, it is not surprising to find that the Spirit of God is deeply involved in this sphere.

  • Pentakostalisme di abad ke-21
    Vol. 6 No. 2 (2023)

    Pentakostalisme di abad ke-21

     

    Editorial note:

    Jason Worsley pernah menulis mengenai perbedaan jalan Pentakostalisme menurut Faupel, sebagai berikut: Pada tanggal 7 November 1992, D. William Faupel menyampaikan pidatonya untuk (SPS) Society of Pentecostal Studies ketika dia secara profetis menyatakan dua identitas Pentakosta yang terpisah muncul , yang berkaitan dengan gerakan kekudusan Weslyn dan yang kedua merupakan ekspresi otentik dari iman Kristen dan akan memiliki gerakan dan misinya di seluruh dunia dan membentuk iman yang kita sebut Susunan Kristen di seluruh dunia. Nubuatan ini tidak terjadi begitu saja tetapi menghasilkan buah seperti misi di Inggris dan sekarang menyelimuti kaum muda dengan api Roh Kudus yang dengan susah payah dikhotbahkan oleh agama Kristen (Faupel 1993:23).

    Menyimak kalimat profetik D. William Faupel tersebut, sepertinya memang ada berbagai jalur (path) yang berbeda-beda yang menjadi ciri Pentakostalisme di abad ke-21 ini. Di satu sisi, ada beberapa denominasi yang menekankan pada pujian dan penyembahan dengan musik yang dikerjakan secara rapi, dan ada juga yang menekankan mukjizat dan kuasa Tuhan yang luarbiasa, namun tidak jarang juga timbul ekses di sana-sini. Artinya perlu kita renungkan kembali, seperti apakah ciri Pentakostalisme sebagaimana dirintis saat gerakan Azusa Street Revival di awal abad ke-20 tersebut, dan apakah gereja-gereja saat ini benar-benar menjaga hidup sebagai anak-anak Tuhan yang siap sedia untuk menyambut kedatangan Tuhan  Yesus kali kedua?

    Semoga artikel-artikel yang dimuat dalam edisi ini akan menguatkan jatidiri kita semua sebagai umat percaya yang diberdayakan oleh Roh Kudus.

     

    Maranatha!

     

    26 Mei 2023,

    Mewakili Tim Editorial Jurnal Amreta

  • Penguatan Identitas Pentakosta-Kharismatik
    Vol. 6 No. 1 (2022)

    Editorial

    Pentakostalisme memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada dunia, dan kami percaya bahwa dengan mempertajam dan memperkuat identitas, iman, dan praksis gereja-gereja kami akan memungkinkan umat Kristen untuk hidup dan diberdayakan oleh Bapa, Yesus dan Roh Kudus. Pentakostalisme di abad ke-21 mencerminkan keseluruhan warisan sejarah ini dan dengan demikian membentuk berbagai macam praktik Gereja yang luar biasa saat ini.

     

    Editorial (in English)

    Pentecostalism has much to offer the world, and we believe that by sharpening and strengthening the identity, faith, and praxis of our churches will enable Christianity adherents to live and empowered by Father, Jesus and Holy Spirit. Pentecostalism in the 21st century reflects the entirety of this historical legacy and thus forms a manifold tapestry of extraordinary of Church practices nowadays.

     

    Ref.

    (*) Pentecostalism in America | Oxford Research Encyclopedia of American History

  • Holy Spirit inside: How the Holy Spirit works through us and within us
    Vol. 5 No. 2 (2022)

     Jurnal Teologi Amreta Vol. 5 No. 2

    Theme: "Holy Spirit inside: How the Holy Spirit works through us and within us."

    Shalom aleikhem,

    Meski pembaca yang dari generasi muda mungkin lebih menyukai istilah seperti "Jelly Bean inside" dengan mengacu pada OS Android yang digunakan saat ini, pada era 90an hingga 2000an, istilah yang lebih populer di kalangan pengguna PC adalah "Intel inside."

    Bagi umat percaya, terutama kami-kami dari Pentekostal, justru sangat meyakini bahwa ada yang lebih penting daripada memastikan Jelly Bean inside pada ponsel kita, yakni "Holy Spirit inside." Bahwa ada Roh Kudus yang menjadi meterai dan sekaligus memberi kita kuasa untuk menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1).

    Bahkan seluruh buah roh sebagaimana tercatat dalam Surat Galatia 5, sesungguhnya disebut demikian karena memang hal-hal indah tersebut hanya mungkin karena karya Roh Kudus yang inside us tersebut.

    Dalam edisi ini, beberapa artikel akan membahas bagaimana karya Roh Kudus tersebut dalam kehidupan nyata umat percaya.

    Mulai dari edisi ini, kami menggunakan format template yang baru, semoga lebih menarik bagi pembaca. Dan kami juga menyajikan artikel khusus pada kategori Special Report, artinya ulasan in-depth mengenai tema-tema tertentu.

    Pertanyaan untuk kita renungkan bersama : sudahkah Anda upgrade ke Holy Spirit inside?

    Selamat membaca. Maranatha.

    Juli 2022

    Editorial

     

     

     

  • How the Holy Spirit help churches to respond today issues
    Vol. 5 No. 1 (2021)

    How the Holy Spirit help churches to respond today issues

     

    In this issue for the end of 2021, we saw there are so many problems facing both the churches as well as many local societies. Thanks for the ever loving God, our Father in Heaven, the Holy Spirit always guide the churches to respond today issues in such a way that we can glorify Father in Heaven.

    Merry Christmas and wishing you a blessed New Year, 2022.

     

    Maranatha

     

    Amreta Theology Journal, Editorial Team

    VC

  • Pentecostalism, Worship & Ecclesiology
    Vol. 4 No. 2 (2021)

    This edition is dedicated for discussions on how Pentecostalism thoughts create impact on worship and ecclesiology practices both here and now, and also for the foreseeable future.

     

    “Pentecostalism, Worship & Ecclesiology.”

     

    Sudah diketahui, bahwa pemahaman kalangan Karismatik-Pentakostal cukup
    khas dalam hal ibadah, yang kerap menekankan aspek pujian dan penyembahan. Apa dan bagaimana hubungan ibadah tersebut dengan eklesiologi dan
    khususnya tritugas panggilan gereja: koinonia, diakonia dan marturia, tentu
    menarik untuk dikaji dan dikupas. Terutama dalam konteks perubahan cepat
    yang kita alami sebagai gereja, entah itu gereja-gereja Karismatik-Pentakostal
    atau denominasi arus utama.

    Dalam edisi Jurnal Amreta kali ini, tema yang diangkat adalah seputar
    Pentecostalism, Worship & Ecclesiology, khususnya bagaimana menggereja secara
    sehat dalam pimpinan Roh Kudus. Tantangan ke depan yang dihadapi oleh
    gereja-gereja adalah bagaimana merenungkan ulang eklesiologi yang dinamis di
    tengah pelbagai perubahan masyarakat khususnya menyangkut teknologi. Artikel-artikel dalam edisi kali ini dipilih untuk mewakili tema tersebut.

    Sebagai artikel pembuka, Pdt. Em. Robby Chandra memaparkan mengenai Yangturun dari langit dan dampaknya, dalam hubungannya dengan memahami Kisah Para Rasul 2. Sebuah artikel yang sangat patut disimak. Lalu Yakub Hendrawan Perangin Angin dan Tri Astuti Yeniretnowati
    menguraikan pentingnya pendidikan Kristen dalam keluarga dalam
    hubungannya dengan regenerasi kepemimpinan Kristen. Selanjutnya dalam
    artikel ketiga, Kristien Oktavia dan Yonatan Alex Arifianto membahas mengenai
    Memahami Efesus 5:1-21 dalam Upaya Hidup Berpadanan dengan Panggilan
    Orang Percaya di Tengah “Serigala.” Kedua penulis juga memberikan beberapa
    saran bagaimana gereja-gereja sebaiknya bersikap terhadap berbagai kasus yang
    mengusik nurani kita, seperti misalnya perdagangan manusia (human trafficking)
    dan kekerasan terhadap anak-anak.

    Artikel keempat ditulis oleh Simon dan V. Christianto, menguraikan bagaimana
    kesulitan yang dihadapi berbagai gereja khususnya di Iran dan Tiongkok, namun
    Roh Kudus juga berkarya dengan dahsyat. Di bagian akhir, kedua penulis
    memaparkan model Kingdom Graph sebagai suatu kerangka dalam memahami
    pertumbuhan gereja rumah tersebut.

    Dalam artikel non-tematik, Jhon Leonardo Presley Purba dan Robinson Rimun
    memberikan suatu Kritik terhadap Metode Tafsir Hermeneutik Pembebasan
    terhadap Peristiwa Keluaran Sebagai Suatu Bentuk Pembebasan. Memang tafsir
    Kitab Keluaran seringkali digunakan sebagai titik pijak bagi para teolog
    pembebasan dalam membangun argumen mereka. Pertanyaannya adalah:
    apakah pendekatan analisis marxisme itu dapat diterima atau lebih tepat
    dianggap sebagai semacam eisegesis?

    Sebagai penutup, ada tiga resensi buku: (a) karya Nicholls, Bruce J. Contextualization: A Theology of Gospel and Culture, (b) karya Veli-Matti Karkkainen, Tritunggal dan Pluralisme Agama, dan (c) karya J. Gresham Machen, Kekristenan dan Liberalisme. Ketiga resensi buku tersebut menutup edisi ini.

  • Jurnal Amreta Vol. 4 No. 1 (2020). Theme: Mission in the Spirit
    Vol. 4 No. 1 (2020)

    Jurnal Amreta Vol. 4 No. 1 (2020). Theme: Mission in the Spirit

     

    Seperti kita ketahui, kalangan Karismatik-Pentakostal dikenal lebih bersemangat
    untuk mewartakan Kabar Baik. Meski secara umum, gereja-gereja yang nonPentakostal juga mengenal tritugas panggilan gereja: koinonia, diakonia dan
    marturia, namun dalam prakteknya acapkali hanya menekankan sebagian saja
    dari tugas tersebut.
    Dalam edisi Jurnal Amreta kali ini, tema yang diangkat adalah bagaimana bermisi
    dalam pimpinan Roh Kudus. Karena jika gereja bermisi hanya dengan
    mengandalkan metode-metode atau hikmat manusia, hal tersebut bisa saja
    justru bertentangan dengan maksud dan kehendak Tuhan bagi jemaat gereja
    yang bersangkutan. Padahal sebagai tubuh Kristus, kita mesti belajar untuk
    mendahulukan kehendak Tuhan daripada program-program rancangan manusia.
    Artikel-artikel dalam edisi kali ini dipilih untuk mewakili tema tersebut.
    Sebagai artikel pembuka, Pdt. Isak Suria memaparkan mengenai pengertian
    peripateo dan stoikheo. Seperti kita ketahui, istilah “Berjalan dalam Roh” sering
    kita dengar di kalangan Kristen namun masih memerlukan kajian lebih dalam,
    karena banyak perbedaan tafsiran. Sebuah artikel yang layak disimak.
    Lalu Michelle Fortunella Sugianto menguraikan mengenai doktrin kesembuhan
    dalam pelayanan Karismatik, serta implikasinya dalam konteks pandemi covid19 yang sedang terjadi. Selanjutnya dalam artikel ketiga, Pdt. Robby Chandra
    membahas mengenai peran Roh Kudus dalam misi Allah, berdasarkan teks Kisah
    Para Rasul 16:11. Ada beberapa hal baru dan penting yang diungkapkan dalam
    tulisan ini, khususnya implikasinya dalam kepemimpinan gerejawi.
    Artikel selanjutnya adalah mengenai peran kepemimpinan misi Rasul Paulus,
    ditulis oleh Christian Bayu Prakoso dan Yonatan Alex Arifianto. Kedua penulis
    juga menguraikan beberapa saran untuk kepemimpinan misi masa kini.

    Dalam artikel kelima, Alentinus Yonathan menguraikan mengenai makna Roh di
    Endor dalam 1 Samuel 28, khususnya jika dibandingkan dengan Ajaran Aliran
    Pangestu.
    Sebaagai artikel non-tematik, catatan awal mengenai Logika Sentensial oleh V.
    Christianto dapat disimak, khususnya dalam hubungannya dengan diskusi
    Manunggaling Kawula Gusti dan Trinitas.
    Sebagai penutup, ada dua resensi terhadap karya Azurdia III berjudul Spirit
    Empowered Preaching: Menyampaikan Khotbah dengan Ilham Roh dan Kuasa
    Ilahi, dan juga karya Peter J. Williams, berjudul Can We Trust the Gospels?
    (Dapatkah kita mempercayai Injil?). Kedua resensi buku ini menutup edisi
    Mission in the Spirit ini.
    Tentu harapan kami adalah edisi ini dapat menyegarkan wawasan teologis kita
    mengenai hal-hal yang perlu lebih diperhatikan dalam melaksanakan misi Allah
    dalam pimpinan Roh Kudus itu.

  • Speaking in Tongue, Thinking in Tongue, Living in Tongue
    Vol. 3 No. 2 (2020)

    As we know, various denominations of Pentecostal-Charismatic churches, often bear the distinctive feature of the gift of speaking in tongues and also the baptism of the Holy Spirit. But of course other denominations also have diverse understandings on the topic of the Baptism of the Holy Spirit. And so on.
    Therefore, it becomes interesting to open a dialogue, how exactly we should understand life goes in the direction of the Holy Spirit, not only the orthodoxy level (as far as possible with the orthodox way of life as the early church), but also think and live according to the Spirit. The purpose of this theme is to discuss how to interpret the gift of tongues in the context of thinking (thinking in tongue) and working real in everyday life (living in tongue). In another sentence, how speaking in tongues not only emphasizes orthodoxy in worship and prayer (returning to the practice of the early church), but also has implications for orthopraxis. The writings presented in this edition were written by several servants of God who represented both Pentecostalism, Baptism, and Catholicism.
    As an opening article, Pdm. Sori Tjandrah Simbolon explained in a rather detailed manner about the pastoral counseling services that he occupied, especially using the psychospiritual approach. Then Amelia Rumbiak describes the theology of worship and its relationship to the spirituality of millennial generation. Then Andreas Maurenis Putra discusses how the relationship between Christianity and technology, especially regarding ethics that must be lived as Christians in the context of technological progress.
    Also interesting to note is the writings of Sara L. Sapan and Dicky Dominggus, concerning the pastoral responsibilities according to 1 Peter 5: 1-4.
    In the fifth article, V. Christianto, Rev. Isak Suria and Talizaro Tafonao compare sports religiosity and spirit, especially in reflecting on the ethical meaning of mercy (hesed). In the non-thematic section, there is an interesting article from Markus Oci, about Higher Education Conversion Supplement (ISK) Instruments.
    In closing, there are two reviews of Warren Wiersbe's work, and also a collection of writings entitled The Trinity among the Nations: The Doctrine of God in the Majority World.
    Of course our hope is that this edition will refresh our theological insight about not only what life is led by the Holy Spirit, but also how to translate it into orthopraxis.
    Although the articles contained in this edition are quite selective compared to the breadth of the running themes in the leadership of the Holy Spirit, they may provide an overview of current discussions around these topics.

    =======
    Seperti kita ketahui, berbagai denominasi gereja yang beraliran PentakostalKharismatik, kerap menyandang ciri khas yaitu karunia berbahasa roh dan juga baptisan Roh Kudus. Namun tentunya denominasi yang lain juga memiliki pemahaman yang beragam mengenai topik Baptisan Roh Kudus. Demikian seterusnya. 
    Karena itu, menjadi menarik untuk membuka dialog, bagaimana sebenarnya kita sebaiknya memahami hidup berjalan dalam pimpinan Roh Kudus, tidak saja tataran ortodoksi (sedapat mungkin dengan cara hidup ortodoks sebagaimana gereja mula-mula), namun juga berpikir dan hidup menurut Roh. Tujuan tema ini adalah untuk mendiskusikan bagaimana memaknai karunia bahasa Roh dalam konteks berpikir (thinking in tongue) dan berkarya nyata dalam kehidupan sehari-hari (living in tongue). Dalam kalimat lain, bagaimana berbahasa lidah bukan saja menekankan ortodoksi dalam melakukan penyembahan dan doa (kembali pada praktik gereja perdana), namun juga berimplikasi pada ortopraksis.  Tulisan-tulisan yang dihadirkan dalam edisi ini ditulis oleh beberapa hamba Tuhan yang mewakili baik aliran Pentakostalisme, Baptis, maupun Katolik. 
    Sebagai artikel pembuka, Pdm. Sori Tjandrah Simbolon memaparkan secara agak rinci mengenai pelayanan pastoral konseling yang ditekuni beliau, khususnya menggunakan pendekatan psikospiritual. Lalu Amelia Rumbiak menguraikan teologi ibadah dan hubungannya dengan spiritualitas generasi milenial. Lalu Andreas Maurenis Putra mendiskusikan bagaiman relasi antara Kristen dan teknologi, khususnya menyangkut etika yang mesti dihidupi sebagai umat Kristiani dalam konteks kemajuan teknologi. 
    Yang juga menarik untuk disimak adalah tulisan Sara L. Sapan dan Dicky Dominggus, mengenai tanggung jawab penggembalaan menurut 1 Petrus 5:1-4.

    Pada tulisan kelima, V. Christianto, Pdt Isak Suria dan Talizaro Tafonao membandingkan religiositas dan spirit olahraga, khususnya dalam merenungkan ulang makna etika belaskasih (hesed). Di bagian non-tematik, ada artikel yang menarik dari Markus Oci, mengenai Instrumen Suplemen Konversi (ISK) Perguruan Tinggi. 
    Sebagai penutup, ada dua resensi terhadap karya Warren Wiersbe, dan juga kumpulan tulisan berjudul The Trinity among the Nations: The Doctrine of God in the Majority World. 
    Tentu harapan kami adalah edisi ini dapat menyegarkan wawasan teologis kita mengenai tidak saja apa itu hidup oleh pimpinan Roh Kudus itu, namun juga bagaimana menerjemahkannya menjadi orthopraksis. 
    Meskipun artikel-artikel yang dimuat dalam edisi ini cukup selektif dibandingkan dengan luasnya tema berjalan dalam pimpinan Roh Kudus tersebut, namun kiranya dapat memberikan gambaran tentang diskusi terkini seputar topik-topik ini.
     

  • Baptism in Holy Spirit
    Vol. 3 No. 1 (2019)

    Seperti kita ketahui, berbagai aliran gereja memiliki pemahaman yang beragam mengenai topik Baptisan Roh Kudus. Misalnya dari kalangan Kharismatik maupun Pentakostal lebih menekankan karya Roh Kudus yang memberikan kuasa yang memberdayakan dan juga karunia-karunia roh. Demikian seterusnya. 
    Karena itu, pada edisi kali ini Jurnal Teologi Amreta mengangkat topik Baptisan Roh Kudus ini, agar kita dapat saling melengkapi dengan beragam pendekatan dan pemikiran. Tulisan-tulisan yang dihadirkan dalam edisi ini ditulis oleh beberapa hamba Tuhan yang mewakili baik aliran Pentakostalisme, Protestan, maupun Katolik. 
    Sebagai artikel pembuka, Jefri Hina Remi Katu menguraikan makna baptisan Roh dalam karya-karya Paulus. Selanjutnya Pdt. Robby I. Chandra dan Elia Tambunan melaporkan hasil penelitian tentang persepsi gereja-gereja di Jabotabek mengenai karya dan baptisan Roh Kudus. Tentunya hasil penelitian tersebut perlu kita simak dan cermati. Pada artikel ketiga Toni Irawan menguraikan makna menyembah dalam Roh dan kebenaran, yang merupakan topik yang selalu hangat untuk diperbincangkan. Selanjutnya pada artikel keempat, Andreas Maurenis Putra memaparkan kebijaksanaan sebagai karunia Roh Kudus. Sebagai artikel non-tematik, ada artikel yang menarik oleh Marz Wera yang membahas etika global Prof Hans Kung, dalam konteks berdialog dan hidup berdampingan secara lintas-agama. 
    Sebagai penutup, ada dua resensi buku: Pastor Katolik di UIN Syarif Hidayatullah  karya Greg Soetomo dan buku The Origin of Religions karya Thomas Hwang.
    Tentu harapan kami adalah edisi ini dapat menyegarkan wawasan teologis kita mengenai Baptisan Roh Kudus ini, meski tidak hanya menampilkan perspektif Kharismatik-Pentakostal saja. 

  • Pneumatological viewpoint of Psychology and Education
    Vol. 2 No. 2 (2019)

    Seperti kita ketahui, sebagian Hamba Tuhan khususnya dari kalangan Kharismatik maupun Pentakostal agaknya kurang begitu yakin dengan metodemetode Psikologi modern. Mungkin sering kita dengar ada yang berujar: “Pokoknya ikuti Alkitab saja.” 
    Namun, mesti diakui juga bahwa di pihak lain, hasil-hasil penelitian yang dikembangkan oleh ilmu Psikologi modern sangat berdampak pada berbagai cabang ilmu lain dewasa ini, baik itu ilmu pendidikan, manajemen, bahkan ekonomi. Karena luasnya cakupan itu maka tema Jurnal Amreta kali ini adalah bagaimana perspektif Pneumatologi dalam bidang Psikologi dan juga Pendidikan.
    Sebagai pembuka, Jefri Hina Remi Katu memaparkan secara ringkas sejarah Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti – Malang. Lalu pada artikel kedua, Talizaro Tafonao, seorang pendidik dan pengamat dunia pendidikan, menulis tentang teladan Yesus dalam perspektif kharismatik Pentakostal. Selanjutnya pada artikel ketiga, Silwanus Gabriel menyampaikan argumen bahwa dialog antara Yesus dan Petrus sebagaimana tercatat dalam Injil Matius dapat digunakan sebagai suatu lensa untuk mengembangkan pendekatan yang tepat dan biblika terhadap problem kejiwaan. Lalu artikel keempat, membahas mengenai suatu masalah yang tidak pelak cukup kerap muncul, yakni fenomena “berebut panggung” di kalangan akademisi Pentakostal. Artikel ini ditulis oleh Elia Tambunan, seorang pendeta dan akademisi dari Jawa Tengah. Artikel kelima oleh V. Christianto & F. Smarandache yang mengusulkan suatu pendekatan unik terhadap psikologi dalam perspektif pneumatologis: Pneumatic Transpersonal Psychology, dan implikasinya dalam bidang psikoterapi dan pendidikan yang bernuansa dialogis.

  • Pentecostalism & Eschatology
    Vol. 2 No. 1 (2018)

    Topik akhir zaman dan tanda-tanda zaman senantiasa menarik perhatian umat Kristen dari sejak dahulu kala. Bahkan, para penulis Perjanjian Baru memahami bahwa Tuhan Yesus akan datang segera. Hal ini mungkin menyebabkan para penginjil awam pada periode awal gereja begitu bersemangat untuk menyaksikan kebangkitan Yesus Kristus dan penebusan dosa yang diberikan oleh Tuhan.
    Bagaimana dengan gereja saat ini? Tentu ada yang menyambut topik-topik ini dengan antusiasme yang berlebihan, bahkan isyu seperti chips dan lain-lain sudah akrab di telinga kita. Namun, secara umum boleh dikatakan bahwa banyak pimpinan gereja kurang peka untuk mempersiapkan umat mereka untuk menyambut kedatangan Sang Raja di Atas Segala Raja kali kedua.
    Edisi Jurnal Amreta ke-3 ini mengangkat topik eskatologi dalam perspektif Pentakostalisme. Namun dari keenam tulisan yang dimuat, tidak ada pembahasan standar seperti kuda putih dan lain lain, yang sudah banyak diulas dalam kesempatan lain. Gani Wiyono membahas tentang eskatologi pada periode awal Pentakostalisme. Jessica Novia Layantara membaca ulang kerangka berpikir dispensasionalisme, seraya mengajukan usulan untuk postmilenialisme yang bersyarat. Silwanus Gabriel membahas makna perjamuan makan dalam konteks Pentakostalisme Klasik (Mazmur 23:5a). Dan Bambang Noorsena membahas seputar pemaknaan Dajjal dari sudut epistemologi maupun eskatologi.
    Christianto justru ingin menekankan betapa masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam Gereja sebagai Tubuh Kristus, sebelum kita dilayakkan untuk menyambut Sang Raja.

  • Hermeneutics & Pentecostalism
    Vol. 1 No. 2 (2018)

    Bidang kajian “hermeneutika” kerap menjadi bahan perdebatan, tidak saja dalam ranah teologi namun juga filsafat kontemporer. Filsuf seperti Gadamer dan Ricoeur kerap dirujuk sebagai narasumber yang otoritatif dalam membahas hermeneutika kontemporer. Demikian juga, hermeneutika Pentakostal telah menjadi salah satu topik hangat di antara para ahli studi Pentakosta, dengan pertanyaan utama antara lain: adakah perbedaan esensial antara hermeneutika Pentakostal dan hermeneutika non-Pentakostal? Jika ada, di manakah letak perbedaannya?
    Ada empat artikel utama berkaitan dengan tema edisi kedua ini, berturut-turut adalah: (a) hermeneutika Teologi Pentakostal (Jefri Hina Remi Katu); (b) kosmologi biblika berdasarkan pembacaan ulang atas Kejadian 1:1-2 (V. Christianto & F. Smarandache); (c) membedakan roh (Cheong Weng Kit); dan (d) seputar gerakan dan hermeneutika feminisme (Yahya Afandi). Meskipun artikel-artikel yang dimuat dalam edisi ini cukup selektif dibandingkan dengan luasnya topik hermeneutika Pentakostal, namun kiranya dapat memberikan gambaran tentang diskusi terkini seputar topik-topik ini. 

  • Pentacostalism & Demonology
    Vol. 1 No. 1 (2017)

    “Urip Iku Mung Mampir Ngombe”
     
    Ungkapan "Urip iku mung mampir ngombe" cukup dikenal di kalangan
    orang-orang Jawa dahulu. Seorang rekan yang kebetulan seorang
    pendeta menceritakan asal-usul ungkapan itu:
    "Pepatah ini sudah sangat tua ada di masyarakat Jawa. Ketika pepatah ini muncul dulu, relasi inter anggota masyarakat Jawa sangat terbuka dan akrab. Setiap rumah pasti menyiapkan kendhi atau teko tanah tempat air minum dan ditempatkan di depan rumah dekat jalan. Setiap orang yang lewat di jalan situ boleh minum dari air itu sepuasnya. Tuan rumah akan memeriksa kendhi itu secara berkala. Kalau air di dalamnya habis, ia akan segera mengisinya. Yang sedang berjalan tidak perlu repot harus bertamu, yang punya rumah juga tidak perlu repot menyiapkan tamunya. Nah, meminum air dari kendhikendhi di pinggir jalan itulah yang disebut mampir ngombe (mampir minum)."1
     
    Tentu ada berbagai pemaknaan yang mungkin atas ungkapan
    tersebut: 
    a. Pemaknaan literal: jika hidup hanya untuk minum-minum
    (alkohol), jadinya ya bisa kena kanker liver, 
    b. pemaknaan kiasan: hidup ini hanya singkat dan sangat sementara,
    seperti mampir minum saja.2
    c. Pemaknaan dari sudut budaya keramahan: hidup yang singkat ini
    bukan milik kita, kita hanyalah orang yang mampir menikmati
    kebaikan cuma-cuma dari Sang Tuan Rumah dan Pemilik hidup,
    yakni Tuhan Yang Maha Esa.